Sunday, 11 January 2015

back in your arms

Cerita ini saya buat berdasarkan lagu dari bruce springsteen yang berjudul back in your arms

Bali, 30 April 2014 pukul 23.30 WITA

Gue menghempaskan tubuh di atas kasur. Bener-bener capek ya hari ini, jalan jauh panas pula. Iyalah panas namanya juga bali..ok maaf gue jayus. Temen sekamar gue, bagol pergi entah kemana. Dan karena dia gaada, jadilah gue sendirian malam ini dikamar. It’s almost midnight. Entah kenapa feeling gue tiba-tiba gaenak. Ada hawa aneh yang menyergap di kamar ini. Seketika, suasana menjadi terlalu sepi. Perasaan gue doang, okay? Pikir gue, menenangkan diri sendiri.

Gue pun lalu menyalakan tv, sekedar untuk mengusir hawa aneh dan sepi yang semakin menjadi. Saat itulah notification di hp gue berbunyi. Buru-buru, gue ambil hp gue dan mengecek. YES! Gue bersorak kegirangan dalam hati. Sesuai dugaan gue, pacar gue pun nge-chat gue, menanyakan keberadaan gue.



“Dikamar sayang aku baru sampe”



“Oh kamu udah sampe? Okedeh” Balasnya.



Saat gue sedang berpikir akan membalas apa, dia pun melanjutkan “Udah malem git, bobo sana”



Gue tertawa pelan. Lucu jg nih Ardha malem-malem gini. Kaya gatau jam main gue aja doi. “Kamu kaya gatau jam main aku aja;p”



“Gaya. Awas loh ada yang ngetok…”



Membaca balasan dari Ardha, jantung gue seolah berhenti berdetak. Buru-buru gue mencari nomernya di daftar contact dan meneleponnya.



“Haha kenapa?”



“Ardhaaaaa jangan iseng dooong”



Tiba-tiba telfon terputus. Anehnya, dari seberang tidak terdengar suara apapun. Gue tidak mendengar suara tut tut tut seperti saat telefon terputus. Oke, ini semakin malam, gue makin merinding. Tenang git tenang…….hp lo suka error okay? Saat gue mau mencoba menelfon Ardha balik, saat itulah terdengar ketukan di pintu kamar gue.



“Anjritttt…..” Buru-buru gue menekan tombol call, namun lagi-lagi tidak terdengar suara apapun. Sepi. Hening. Kosong. Suara ketukan itu terdengar lagi.



“Gol? Elu bukan?” Tidak terdengar jawaban, namun ketukan terdengar lagi. Oke, gue akui gue takut. Tanpa basa basi, gue pun nge-ping attack Ardha.



“Apa git?” Saat itu terdengar ketukan lagi.

“Ardha….ada yg ngetok pintu…aku takut…”



“Buka aja” What? Ga salah nih Ardha? Gila kali ya pengen gue mati apa?



“Gamauuuu Ardhaaa”



“Buka aja gapapakok git”



Iseng, gue berjalan takut-takut kearah pintu dan mengintip dari lubang di pintu. Hati gue mencelos. Damn, diluar gaada siapa-siapa……terus…siapa dong yang ngetok? Tenang tenang git….



“Dha….diluar gaada siapa-siapa aku udh ngintip….”



“Kok ngintip? Aku bilangkan buka pintunya”



Oke. Gue pasrah. “Hh yaudah kalo aku gaselamat aku Cuma mau bilang kalo aku sayang kamu, oke? Bye” Dan perlahan gue menuju ke arah pintu, dan membuka pintu perlahan………….



Saat pintu terbuka lebar, barulah terlihat apa yang ada di balik pintu itu. Ternyata Ardha! Dia tersenyum dengan senyumnya yang super duper cute tapi mukanya galak. Ada perasaan lega dan senang menyeruak di hati gue. Tanpa pikir panjang, gue pun memeluk Ardha.



“Kenapa gabilang siiiih bikin takut taugaaa”



“Kalo bilang gajadi kejutan dong git” Katanya sambil balas memeluk gue dan mencium kepala gue lembut.



“Katanya gabisa nyusul…katanya….ah gataulah pokoknya aku seneng bgtttt” Balasku sambil memeluknya semakin erat.



Setelah mencium kepala gue sekilas, Ardha melepaskan pelukan gue. “Kamar aku diatas, mau tetep disini atau pindah git?”



“Pindah dong! Ngapain amat disini! Tunggu ya beresin barang dulu” Saat hendak melangkah masuk, Ardha menahan tangan gue.



“Barangnya besok aja dipindahin, udah malem mending istirahat”



Gue pun mengangguk menyetujuinya dan segera mengikuti Ardha menuju lantai 2, tempat kamarnya berada.

Entah perasaan gue atau ada yang aneh dari Ardha? Gue melirik sekilas kearah Ardha yg berada di samping gue. Wajahnya terlihat pucat. Ah, mungkin Ardha capek setelah flight Jakarta-Bali selama 2 jam. Gue pun memutuskan untuk tidak ambil pusing dengan feeling aneh-aneh gue, dan melangkan masuk kekamar Ardha.



Bali, 1 Mei 2014 pukul 00.16 WITA



Gue langsung menghempaskan tubuh di kasur Ardha, diikuti oleh Ardha yang berbaring di samping gue. Ardha mengelus rambut gue, kemudian turun ke pipi sambil tersenyum. Oh god, senyum itu yang selalu bikin gue luluh dan jatuh cinta semakin dalam. Sambil mengabaikan kenyataan bahwa (menurut gue) wajah Ardha semakin terlihat pucat, gue bersandar menutupi wajah gue di dadanya. Ardha pun memeluk dan mengelus kepala gue, yang selalu dilakukan agar gue nyaman.



“Aku sayang kamu, Ardha”



Gue bisa merasakan Ardha tersenyum “Dunia akhirat aku selalu sayang sm kamu, git”



Entahlah. Pasti perasaan aneh gue lagi. Gue menangkap adanya nada kesedihan dari perkataan Ardha barusan. Semakin aneh pula karena tumben-tumbenan Ardha membicarakan soal akhirat. Dalam kamus Ardha yg hedon parah, mana ada kata akhirat.



Sambil sibuk dengan pikiran gue, Ardha menambahkan “Kamu percaya ga kalo aku tetep sayang kamu sampai akhir hidup aku?”



Aku tertawa pelan “Apasih lebay bgt deh”



“Aku serius git, aku sayang kamu sampe aku mati. Cuma kamu, bukan siapa-siapa”



Ya. Inilah Ardha. Mungkin kata-katanya terdengar lebay, namun nada bicaranya lah yang memancarkan kesungguhan Ardha. Mau tak mau, gue luluh juga mendengar gombalan Ardha itu.



“Dasar tukang gombal, galak”



“Tapi kamu seneng kan hahaha. Udah git, tidur gih udah malem”



“Aku blm mau bobo tapiii” Gue pun menguap. Sial. Berada di pelukan Ardha membuat gue merasa nyaman sampai bisa membuat gue tertidur.



Ardha tersenyum dan terus membelai rambut gue dengan lembut dalam pelukannya. Karena sudah tak tertahankan, gue pun tertidur. Sebelum gue tertidur, gue merasakan pelukan erat Ardha semakin mengendur, dan sadar tidak sadar, gue mendengar bisikan lirih Ardha…



“Goodbye git, I love you so much”



Bali, 1 Mei 2014 pukul 06.00 WITA



“Git, git, woy bangun git lo ngapain tidur disini?”



Terdengar suara temen gue, Bagol membangunkan gue. Begitu membuka mata, gue melihat bahwa gue dikeliingi teman-teman gue, Meli, Ayu, dan Cibe. Gue pun duduk, dan menyadari bahwa gue ada ditengah koridor.



“Ada yg mindahin gue?”



“Iye ada, reog. Jangan bercanda deh git lo ngapain?” JawabBagol ketus



“Kocak lu gol. Au gue jg bingung, Ardha mana?”



Seketika temen-temen gue terdiam. Bahkan wajah Ayu pun terihat pucat sisanya memandangi gue dengan wajah antara takut dan khawatir.



“Mending liat ini aja ya git…” Ayu pun menyodorkan hpnya kearah gue. Di layarnya terpampang sebuah berita. Pesawat boeing…..bodo amat dah tujuan Jakarta-Denpasar mengalami kecelakaan yang parah.



“Mmm trus hubungannya sama gue apa ya?”



Meli pun memegang tangan gue dengan lembut, “Itu…..pesawat yang ditumpangi Ardha git…..”



Mata gue melebar, menepis tangan yang kini di genggam erat oleh Meli. “Jangan bercanda lo mel, yang dinaikin lain kali, orang semalem gue tidur dikamar ini sama Ardha”



“Kamar yang mana git?” Jawab Bagol dingin.



“Yang it…” Gue hendak menunjuk kamar dibelakang gue, namun hanya terdapat gudang disitu. Gue langsung bangkit, menyusuri lantai 2, namun tidak ada kamar disitu. Hanya ada gudang, tempat penyimpanan dan beberapa kamar yang tidak terpakai. Gue terdiam mematung di ujung tangga.



“Git…..” Meli memegang pundak gue, gue langsung menepisnya. Dibelakang, gue mendengar isak tangis Ayu dan Cibe berusaha menenangkannya, serta Bagol yg mengumpat.



“Pagi ini ada 15 miss called dari Rayan…dia bilang…………Ardha tewas……dia meninggal di tempat saat pesawat itu jatuh…..dia…berniat nyusul lo begitu urusannya kelar, dia berusaha ngehubungin lo, tapi hp lo ga aktif”



“Gausah bohong Mel! Bullshit! Hp gue fine fine aja semalem! Gue sempet chat sm Ardha! Liat” Gue menunjukkan layar hp yg berisi chat gue dengan Ardha. Gue belom mempercayai kalo Ardha….



“Git tapi….”



“Waktunya sama sama waktu Ardha meninggal git” Kata-kata Meli dipotong oleh Ayu, yg menangis semakin jadi.



Gue pun menendang kursi yang ada di depan gue, menonjok tembok di sebelah gue, kemudian gue jatuh terduduk, tangis gue pecah “anjing! Gamungkin! Ardha ga mati!”



Meli menghampiri gue dengan mata berkaca-kaca, berusaha tegar untuk gue. Kemudian memeluk gue dan ikut menangis.



“Semalem Ardha dating kok Mel…..dia ngasih kejutan…dia meluk gue ngelus kepala gue Mel, gue masih bisa ngerasain semuanya. Dia bilang dia sayang gue sampe mati, dia meluk gue kenceng….Ardha masih hidup Mel…..”



Gue pun menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Meli. Gue sangat sangat menyesal. Gue ga mempercayai feeling gue. Dan…Ardha mengucapkan selamat tinggal ke gue. Harusnya gue ga pernah nyuruh dia nyusul, harusnya gue…….ah. Gue merasa pusing. Pandangan gue kabur, gue melihat darah menetes ke lantai dari hidung gue. Hal terakhir yg gue ingat adalah jeritan histeris Ayu, lalu semuanya berubah menjadi gelap.



Jakarta, 2 Mei 2014 pukul 13.00

Satu persatu orang-orang mulai menjauhi pusara Ardha. Gue tetap berdiri mematung di depannya. Tanpa ada setitik airmata mengalir di pipi gue, bahkan ketika jenazah Ardha dimasukkan kedalam liang lahat, keadaan gue tetep sama. Berdiri mematung. Gue bahkan bergeming saat Meli dan yang lain berkata bahwa mereka pergi duluan. Hingga tinggalah gue sendiri.

Gue duduk bersimpuh disamping pusara Ardha tanpa mempedulikan delana gue yang kotor karena tanah. Gue mengusap nisan Ardha, dan memajukan badan untuk menciumnya. Gue membayangkan mencium kepala Ardha. Sama seperti apa yg selalu dia lakukan ke gue. Setelah beberapa saat, gue pun kembali ke posisi awal.



“Ardha…..” Gue berbisik lirih.



Gue pun menunduk, mengira bahwa akan ada air mata yang jatuh, membasahi pusara Ardha. Namun perkiraan gue salah. Saat itulah gue tersenyum. Gue pun menjulurkan badan lagi untuk mencium nisan Ardha, lalu menatap keatas langit yang sudah mulai mendung.



“Tunggu aku disana ya” Gue tersenyum. Setelah berkata begitu, gue pun masuk kedalam mobil Mazda CX-5 abu-abu gue, menyalakan mesinnya, bersiap untuk pulang. Ya pulang. Pulang ke Ardha….



Jakarta, 2 Mei 2014 pukul 13.30



Teng teng teng



Terdengar tanda bahwa aka nada kereta melintas. Gue pun menghentikan mobil gue. Saat palang turun, terdengar suara ribut orang-orang. Dasar orang Jakarta, dikit aja sabar emang gabisa? Untuk meredam suara ribut orang-orang itu, gue menancapkan kabel aux dan menyetel lagu favorit gue dan Ardha.



Now I wake from my dream, I wake from my dream to this world.
Where all the shadow and darkness and a dark sky unfurls.
And all the love I've thrown away and lost, honey I'm longing for again.
Now there's nothing that I wouldn't do if I could be

Back in your arms, back in your arms again.
Back in your arms, back in your arms again.
Back in your arms, back in your arms again.
Back in your arms



Sambil bersenandung pelan mengikuti irama, gue pun meletakkan jidat gue diatas setir. Terdengar suara gemuruh kereta dari kejauhan. Gue pun tersenyum.



“Akhirnya kita bisa bareng lagi ya….I’ll see you soon, Ardha”





In my dream my love was lost, I lived by luck and faith.
I carried you inside of me, and praied it wouldn't be to late.
Now I'm standin' on this empty road, where nothin' moves but the wind...




No comments:

Post a Comment